Selasa, 04 November 2014

Kepada yang sempat lekat


Bukan aku mulai melupakan, apalagi melepaskan. Hanya saja, aku lebih memilih untuk berhenti mengingat apa yang telah lalu. Buatku, terutama mungkin juga buat mu. Kita pernah menyebut indah atas segala hal yang pernah kita punya. Sederhana, memang. Serupa kupu-kupu yang sedang sibuk beterbangan di perutku atau denyar di kulitku saat kita bersentuhan. Entah bagimu, mungkin ada beduk bertalu di dadamu dan pening di kepalamu ketika hanya ada peluk yang sudi menjadi simpangan.
Namun itu dulu.
Sesaaat sebelum kita masih bebas tanpa belenggu dan belum ingin saling cemburu. Dengan duduk manis saling pandang dan tatapan malu-malu.
Kita belum tahu benar apa itu Cinta, dengan segala konsekuensi yang kerap kali dibawanya. Yang mampu kita ucap ialah menikmati setiap waktu tanpa harus bermewah-mewah, duduk berdua di sudut kedai kopi yang menawarkan kopi berkualitas tinggi serta dengan harga yang selangit. Katamu kau tak membutuhkan hal serupa itu, katamu yang kita butuhkan hanya sepasang kita dan sepotong senja yang ranum diujung dermaga. Lalu ombak-ombak kecil datang menyapa, meratakan rumah pasir yang sedari tadi dibuat oleh beberapa anak di bibir pantai sana. “Anak-anak itu sepertinya harus mengikhlaskan rumah pasirnya di sapu oleh ombak hahaha” kau lirih sembari terkekeh. “Ya, seperti itu harusnya, apa yang kita kira akan tangguh sepanjang masa ternyata harus kita relakan porak poranda pada waktunya” sambung ku dan kau memilih bergeming, menatapku dalam-dalam.
Segala hal yang kita kira akan berlangsung selamanya ternyata hanya bertahan sementara. Saat itu aku sadar betul, tak perlu ada dirimu untuk membuatku bahagia selalu. Aku tak cukup mencintaimu untuk menukarkan kebebasan dengan kelekatan. Aku tak cukup mencintaimu untuk menanggung segala tumpukan kekhawatiran yang kian tumbuh subur kemudian membuatku serapuh ini.
Kepada segala yang sempat lekat, engkau perlu tahu satu hal
Bahwa aku memilih untuk berhenti mengingat.
Sebab denganmu,
Aku bahkan tak lagi mengenali siapa diriku
Aku bahkan hilang arah kemana hendak ku jadikan sebagai tujuan
Aku bahkan menjelma polos dan lugu, tak tahu akan dunia yang lebih besar dari kita di luar sana.
Maka sekiranya, pun setidaknya buatku, jika aku mulai melupakan apa yang memang seharusnya menjadi kenangan.

0 komentar:

Posting Komentar