Aku
membuka pintu yang begitu usang. Mencoba mencari-cari sosokmu disana. Mengikuti
jejak demi jejak langkah yang kau toreh. Mencoba menulusuri bayang demi bayang
yang dulu. Lalu semuanya menuntunku pada satu tempat yang sepertinya tak asing
bagiku. Setelah pintu, aku menemukanmu, namun tidak seperti sosok yang lalu.
Kau tampak asing bagiku. Tak ada lagi riuh-riuh canda dan tawa yang selayaknya.
Tak ada lagi keluh kesah yang terbiasa kau dengar oleh ucapmu. Yang ku temukan
hanya segumpal pengabaian atas mu yang begitu dingin.
Diam-diam
aku merindukan sosokmu yang dahulu. Rindu itu dimulai sedetik sejak lambaian
terakhirmu, atau mungkin pada dasarnya tak pernah ada lambaian.
Rindu itu dimulai sekejap dari saat pesan terakhir yang ku terima.
Dirimu tak lebih dari embun diseberang kaca jendela ku, begitu dekat dan tampak nyata namun tak akan pernah mampu ku sentuh.
Rindu itu dimulai sekejap dari saat pesan terakhir yang ku terima.
Dirimu tak lebih dari embun diseberang kaca jendela ku, begitu dekat dan tampak nyata namun tak akan pernah mampu ku sentuh.
Diam-diam
aku mengharapkan sosokmu yang dulu mampu mengembalikan tawa yang pernah
melengkung manis. Semoga harapan itu tidak menguap bersama sisa-sisa embun di
jendelaku.
Tak
peduli seberapa jauh jarak diantara kita. Namun, seringkali aku
meng-kambing-hitam-kan jarak atasmu. Jarak yang selalu memperparah
malam-malamku. Sayangnya prasangka itu sulit. Menahannya semalaman suntuk
hanya meyakinkan diri tidaklah mudah.
Jarak
antara prasangka, menebak-nebak jika kamu memikirkan aku seperti aku memikirkan
mu. Tanpa ada seseorang yang lain.
Memang
benar mereka, jarak tak ada artinya bagi cinta. Ataukah sedari awala kamu tak
pernah menghadirkan cinta. Semoga yang merubahmu kini bukan karena jarak.
Aku
membuka pintu yang begitu usang, lalu dibaliknya hanya tampak jurang. Aku
memberanikan diri menatap dalamnya. Tidak. Jurang itu tak sedalam tatapanmu.
Ya, matamu
Namun…
Di
dasarnya aku menemukanmu dengan jiwa yang tak ku kenal. Bukan kamu yang dulu
Dan
kini, kita hanya sisa-sisa masa lalu yang putus asa
— Teruntuk perempuan yang sedang candu rindu akan sosok
laki-laki-nya yang dulu. Jangan lupa bahagia!
0 komentar:
Posting Komentar